Pride Indonesia - Penembakan Orlando menjadi sebuah misteri yang memang sangat sulit untuk dijawab, fakta bahwa Omar Mateen sering mengunjungi Pulse, tempat dimana terjadi penembakan membuat banyak pakar psikologi bahkan di sleuruh dunia mencoba membuka diskusi tentang "Internalished homophobia". Dimaana Homophobia teradi karena "Terinternalisasi" sebagai sebuah kebencian terhadap identitas tubuhnya yang meluap dalam bentuk penembakan tersebut.
Uniknya, Omar sempat menghubungi 911 dan menyatakan sumpah
kesetiaan terhadap ISIS namun juga bukan hanya ISIS melainkan juga termasuk Al
Qaida, dan Heshbullah dimana kelompok-kelompok tersebut pada hakikatnya sangat
berbeda dan saling berperang karena perbedaan idiologi politik yang dimiliki
dan tentunya idiologi politik atas dasar apa yang diyakininya.
Penembakan Orlando yang membuat Omar Mateen juga mati
tertembak oleh polisi dan menjadi salah satu sejarah penembakan terburuk di
Amerika telah membuka banyak ruang diskusi bukan hanya pada persoalan Amerika
yang masih berjuang untuk melakukan pengendalian terhadap kepemilikan senjata
yang dimiliki oleh sipil. Namun juga membuka ruang diskusi tentang bagaimana
Islam memandang keragaman seksualitas dan sejauh mana kelompok Islam di negara
dimana Islam menjadi minoritas justru terkonseksi juga dengan perjuangan LGBTIQ
yang sedang melawan Homophobia atau mulai terbukanya mereka yang LGBTIQ Muslim.
Uniknya memang Omar Mateen dan ini akan
menjadi pembelajaran yang sangat baik untuk membuka ruang diskusi antara Islam
dan LGBT dan bagaimana Sejarah Islam memandang LGBT sebagai bagian dari
keragaman seksualitas, tentunya berbasis pada ungkapan Sang Istri yang
menyatakan bahwa Omar peyakini bahwa dirinya adalah seorang Gay serta bagaimana
Omar menggunakan aplikasi Gay dan menggunakanya untuk mengadakan
"Kencan" serta tentunya kenyataan bahwa Omar juga sering berkunjung
ke Pulse.
Stigmasi
Homoseksualitas
Dalam teori kebutuhan dasar Maslow menjelaskan bagaimana hirarki
kebutuhan manusia ditaruh dalam piramida kebutuhan dasar manusia dan kebutuhan
fisiologis sebagai kebutuhan dasar dari setiap manusia termasuk didalamnya
adalah bagaimana kebutuhan seks adalah menjadi kebutuhan dasar manusia
(tentunya mnejadi berbeda untuk mereka yang aseksual tentang perspektif
“kebutuhan seks” ini. Lalu persoalan menjadi muncul ketika kebutuhan itu
meningkat pada level berikutnya yaitu kebutuhan atas keamanan, terutama
keamanan yang bersifat sosial atau dalam bahasa yang dikenal oleh pergerakan
LGBT disebut sebagai “Safe space” tidak terjawab.
Kebutuhan dasar yang “ditekan” oleh perspektif lingkungan yang tidak memberikan ruang yang langsung memberikan “Blok” yang teramat dalam terhadap apa yang dirasakan didalam hatinya yang terjadi secara alamiah (Jatuh cinta, merasa tertarik pada seseorang, dll) dan apa yang “lingkungan bangun” sebagai sebuah konstruksi sosial.
Kebutuhan dasar yang “ditekan” oleh perspektif lingkungan yang tidak memberikan ruang yang langsung memberikan “Blok” yang teramat dalam terhadap apa yang dirasakan didalam hatinya yang terjadi secara alamiah (Jatuh cinta, merasa tertarik pada seseorang, dll) dan apa yang “lingkungan bangun” sebagai sebuah konstruksi sosial.
“Luka” akan semakin dalam ketika kita melihat pada level berikutnya,
yaitu kebutuhan mencintai dan dicintai bagaimana mereka merasa “Diterima”,
bagaimana mereka di hargai, dikasihi dan dicintai baik oleh orang yang dicintai
dan tentunya lingkungan. Saat lingkungan tidak dapat menerima identitas
dirinya, secara otomatis membuat seseorang memiliki ekspektasi yang sangat
tinggi terhadap lingkungan yang dianggap mereka sebagai “Safe space” dan sayangnya, seringkali ekspektasi akan selalu tidak
akan bisa sama dengan realita dan akhirnya membuatnya makin terluka dalam.
Sejarah Seksualitas Islam
Pada masa kejayaan
Islam di Abad ke-8 dimana Khalifah Harun AL Rasyid memimpin, Harun
Ar-Rasyid adalah kalifah kelima dari kekalifahan Abbasiyah dan memerintah
antara tahun 786 hingga 803. Ayahnya bernama Muhammad Al-Mahdi, khalifah yang
ketiga dan kakaknya, Musa Al-Hadi adalah kalifah yang keempat. Ibunya
Jurasyiyah dijuluki Khayzuran berasal dari Yaman.
Pada masa itu.
Selain kisah kejayaan dalam membangun Kota Baghdad dan keberhasilannya
memberikan perlindungan, kemanan, kesejahteraan dan kedamaian kepada rakyatnya.
Juga membangun majelis Al-Muzakarah, yakni lembaga pengkajian
masalah-masalah keagamaan yang diselenggarakan di rumah-rumah, mesjid-mesjid,
dan istana. Disini uniknya. Ia
memiliki seorang kadi (penasihat kerajaan) yang
sangat cerdas yang dikenal dengan nama Abu Nawas menurut cerita Rakyat Irak, ia suka menantang Abu
Nawas dengan hal yang aneh kepada Abu
Nawas bahkan di salah satu cerita rakyat ia pernah disuruh memindahkan
istananya. Kita tau tentang kisah
Abu Nawas nyaris sebagai dongeng namun yang tidak banyak diketahui oleh orang
adalah identitasnya sebagai seorang Gay dan Khalifah tetap memberikan
kepercayaan Abu Nawas sebagai seorang penasehat.
Salah satu tokoh
paling penting pada masanya dimana Gay juga diberikan peranan yang sangat
penting dipemerintahan, salah satu tulisan yang terkenal dan masih bisa
bertahan sampai sekarang adalah kisah 1001 malam atau dalam bahasa Urdu dikenal
sebagai Alif Laila, namun sebagaimana kita ketahui sejarah Abu Nawas tidak
diugkap di publik karena identitas seksualnya dan pada tahun 2001, karena
dianggap sebagai bagian dari “Sejarah buruk” bagi Islam, Kementrian Kebudayaan
Mesir membakar lebih dari 6000 karyanya yang dianggap menunjukkan “Homoerotism”.
Kondisi Orlando
sempat membuat salah satu tokoh muslim berkicau “Berarti, hakikatnya ISIS tidak
tau sejarah tentang kekhilafahan” sebagaimana kicauan Khaled Diab seorang
wartawan keturunan Belgia-Mesir, lalu melanjutkanya dengan kalimat “Di Baghdad,
itu akan melibatkan arak, syair-syair untuk anggur, dan ilmuwan dari istana”
merujuk pada kisah Abu Nawas.
Selain Abu Nawas,
ada banyak kisah tentang interaksi homoseksual pada masa kekhalifaan, nahkan
sastra percintaan antar dua lelaki sebagaimana pernah tertuang pada syair cinta
Jalaludin Rumi kepada Syam dan kesedihan akan kehialanganya yang menciptakan
tarian sufi paling terkenal.
Melawan Kontaminasi Kolonialisme
Baghdad adalah,
sampai saat Mongol menginvasi dan menghancurkan, menjadi bagian modal dari
banyak budaya dunia - New York City pada masanya. Jika Nuwas dan puisi
homoerotic nya bisa mewakili seberapa tingginya budaya Baghdadi, adalah wajar
bahwa masyarakat Muslim lainnya juga seharusnya sangat terbuka terhadap
homoseksualitas. Sebagai sejarawan Saleem Kidwai menempatkannya dalam buku luar
biasa tentang Kisah Cinta Sesama Jenis di India, "laki-laki Homoerotically
justru cenderung terlihat nyata dalam sejarah abad pertengahan Muslim dan
umumnya digambarkan tanpa komentar yang merendahkan."
Tantanganya
adalah, bagaimana sejarah mengenai keberagaman seksualitas tersebut dapat
menjadi bagian dari persoalan yang sudah terlanjur terkontaminasi oleh
perspektif sejarah kolonialisme yang saat itu menganggap bahwa homoseksualitas
sebagai perendahan martabat bangsa barat sebagaimana kisah Sutjipto tentang
bagaimana yang pada masa awal penerbitan sebenarnya diberikan judul “Djalan
Sempoerna” dan kemudian diganti menjadi “Gay Pilihan Jalan Hidupku” dan sempat
ditarik oleh pemerintahan Suharto.
Buku yang
ditemukan oleh Ulrich Kratz
pada tahun 1970 di Perpustakaan Nasional tersebut mengisahkan bagaimana gerakan
anti-homoseksual pada masa kolonialisme antara 1938-1939 didasarkan pada kisah
asli dari Sutjipto saat terjadinya tindakan untuk menangkap mereka yang diduga
homoseksual dan pasangan Sujtipto saat itu adalah Overbeck termasuk saat itu Walter Spies,
Balinonologis Roelof Goris.
0 comments :
Post a Comment