Menu

More on this category »

Monday 27 June 2016

[OPINI] ISLAM dan SEJARAH PANJANG HOMOPHOBIA




Pride Indonesia -  Penembakan Orlando menjadi sebuah misteri yang memang sangat sulit untuk dijawab, fakta bahwa Omar Mateen sering mengunjungi Pulse, tempat dimana terjadi penembakan membuat banyak pakar psikologi bahkan di sleuruh dunia mencoba membuka diskusi tentang "Internalished homophobia". Dimaana Homophobia teradi karena "Terinternalisasi" sebagai sebuah kebencian terhadap identitas tubuhnya yang meluap dalam bentuk penembakan tersebut.
Uniknya, Omar sempat menghubungi 911 dan menyatakan sumpah kesetiaan terhadap ISIS namun juga bukan hanya ISIS melainkan juga termasuk Al Qaida, dan Heshbullah dimana kelompok-kelompok tersebut pada hakikatnya sangat berbeda dan saling berperang karena perbedaan idiologi politik yang dimiliki dan tentunya idiologi politik atas dasar apa yang diyakininya.
Penembakan Orlando yang membuat Omar Mateen juga mati tertembak oleh polisi dan menjadi salah satu sejarah penembakan terburuk di Amerika telah membuka banyak ruang diskusi bukan hanya pada persoalan Amerika yang masih berjuang untuk melakukan pengendalian terhadap kepemilikan senjata yang dimiliki oleh sipil. Namun juga membuka ruang diskusi tentang bagaimana Islam memandang keragaman seksualitas dan sejauh mana kelompok Islam di negara dimana Islam menjadi minoritas justru terkonseksi juga dengan perjuangan LGBTIQ yang sedang melawan Homophobia atau mulai terbukanya mereka yang LGBTIQ Muslim.
Uniknya memang Omar Mateen dan ini akan menjadi pembelajaran yang sangat baik untuk membuka ruang diskusi antara Islam dan LGBT dan bagaimana Sejarah Islam memandang LGBT sebagai bagian dari keragaman seksualitas, tentunya berbasis pada ungkapan Sang Istri yang menyatakan bahwa Omar peyakini bahwa dirinya adalah seorang Gay serta bagaimana Omar menggunakan aplikasi Gay dan menggunakanya untuk mengadakan "Kencan" serta tentunya kenyataan bahwa Omar juga sering berkunjung ke Pulse.
Stigmasi Homoseksualitas
Dalam teori kebutuhan dasar Maslow menjelaskan bagaimana hirarki kebutuhan manusia ditaruh dalam piramida kebutuhan dasar manusia dan kebutuhan fisiologis sebagai kebutuhan dasar dari setiap manusia termasuk didalamnya adalah bagaimana kebutuhan seks adalah menjadi kebutuhan dasar manusia (tentunya mnejadi berbeda untuk mereka yang aseksual tentang perspektif “kebutuhan seks” ini. Lalu persoalan menjadi muncul ketika kebutuhan itu meningkat pada level berikutnya yaitu kebutuhan atas keamanan, terutama keamanan yang bersifat sosial atau dalam bahasa yang dikenal oleh pergerakan LGBT disebut sebagai “Safe space” tidak terjawab.
Kebutuhan dasar yang “ditekan” oleh perspektif lingkungan yang tidak memberikan ruang yang langsung memberikan “Blok” yang teramat dalam terhadap apa yang dirasakan didalam hatinya yang terjadi secara alamiah (Jatuh cinta, merasa tertarik pada seseorang, dll) dan apa yang “lingkungan bangun” sebagai sebuah konstruksi sosial.
“Luka” akan semakin dalam ketika kita melihat pada level berikutnya, yaitu kebutuhan mencintai dan dicintai bagaimana mereka merasa “Diterima”, bagaimana mereka di hargai, dikasihi dan dicintai baik oleh orang yang dicintai dan tentunya lingkungan. Saat lingkungan tidak dapat menerima identitas dirinya, secara otomatis membuat seseorang memiliki ekspektasi yang sangat tinggi terhadap lingkungan yang dianggap mereka sebagai “Safe space” dan sayangnya, seringkali ekspektasi akan selalu tidak akan bisa sama dengan realita dan akhirnya membuatnya makin terluka dalam.
Sejarah Seksualitas Islam
Pada masa kejayaan Islam di Abad ke-8 dimana Khalifah Harun AL Rasyid memimpin, Harun Ar-Rasyid adalah kalifah kelima dari kekalifahan Abbasiyah dan memerintah antara tahun 786 hingga 803. Ayahnya bernama Muhammad Al-Mahdi, khalifah yang ketiga dan kakaknya, Musa Al-Hadi adalah kalifah yang keempat. Ibunya Jurasyiyah dijuluki Khayzuran berasal dari Yaman.
Pada masa itu. Selain kisah kejayaan dalam membangun Kota Baghdad dan keberhasilannya memberikan perlindungan, kemanan, kesejahteraan dan kedamaian kepada rakyatnya. Juga membangun majelis Al-Muzakarah, yakni lembaga pengkajian masalah-masalah keagamaan yang diselenggarakan di rumah-rumah, mesjid-mesjid, dan istana. Disini uniknya. Ia memiliki seorang kadi (penasihat kerajaan) yang sangat cerdas yang dikenal dengan nama Abu Nawas menurut cerita Rakyat Irak, ia suka menantang Abu Nawas dengan hal yang aneh kepada Abu Nawas bahkan di salah satu cerita rakyat ia pernah disuruh memindahkan istananya. Kita tau tentang kisah Abu Nawas nyaris sebagai dongeng namun yang tidak banyak diketahui oleh orang adalah identitasnya sebagai seorang Gay dan Khalifah tetap memberikan kepercayaan Abu Nawas sebagai seorang penasehat.
Salah satu tokoh paling penting pada masanya dimana Gay juga diberikan peranan yang sangat penting dipemerintahan, salah satu tulisan yang terkenal dan masih bisa bertahan sampai sekarang adalah kisah 1001 malam atau dalam bahasa Urdu dikenal sebagai Alif Laila, namun sebagaimana kita ketahui sejarah Abu Nawas tidak diugkap di publik karena identitas seksualnya dan pada tahun 2001, karena dianggap sebagai bagian dari “Sejarah buruk” bagi Islam, Kementrian Kebudayaan Mesir membakar lebih dari 6000 karyanya yang dianggap menunjukkan “Homoerotism”.


Kondisi Orlando sempat membuat salah satu tokoh muslim berkicau “Berarti, hakikatnya ISIS tidak tau sejarah tentang kekhilafahan” sebagaimana kicauan Khaled Diab seorang wartawan keturunan Belgia-Mesir, lalu melanjutkanya dengan kalimat “Di Baghdad, itu akan melibatkan arak, syair-syair untuk anggur, dan ilmuwan dari istana” merujuk pada kisah Abu Nawas.
Selain Abu Nawas, ada banyak kisah tentang interaksi homoseksual pada masa kekhalifaan, nahkan sastra percintaan antar dua lelaki sebagaimana pernah tertuang pada syair cinta Jalaludin Rumi kepada Syam dan kesedihan akan kehialanganya yang menciptakan tarian sufi paling terkenal.
Melawan Kontaminasi Kolonialisme
Baghdad adalah, sampai saat Mongol menginvasi dan menghancurkan, menjadi bagian modal dari banyak budaya dunia - New York City pada masanya. Jika Nuwas dan puisi homoerotic nya bisa mewakili seberapa tingginya budaya Baghdadi, adalah wajar bahwa masyarakat Muslim lainnya juga seharusnya sangat terbuka terhadap homoseksualitas. Sebagai sejarawan Saleem Kidwai menempatkannya dalam buku luar biasa tentang Kisah Cinta Sesama Jenis di India, "laki-laki Homoerotically justru cenderung terlihat nyata dalam sejarah abad pertengahan Muslim dan umumnya digambarkan tanpa komentar yang merendahkan."
Tantanganya adalah, bagaimana sejarah mengenai keberagaman seksualitas tersebut dapat menjadi bagian dari persoalan yang sudah terlanjur terkontaminasi oleh perspektif sejarah kolonialisme yang saat itu menganggap bahwa homoseksualitas sebagai perendahan martabat bangsa barat sebagaimana kisah Sutjipto tentang bagaimana yang pada masa awal penerbitan sebenarnya diberikan judul “Djalan Sempoerna” dan kemudian diganti menjadi “Gay Pilihan Jalan Hidupku” dan sempat ditarik oleh pemerintahan Suharto.
Buku yang ditemukan oleh Ulrich Kratz pada tahun 1970 di Perpustakaan Nasional tersebut mengisahkan bagaimana gerakan anti-homoseksual pada masa kolonialisme antara 1938-1939 didasarkan pada kisah asli dari Sutjipto saat terjadinya tindakan untuk menangkap mereka yang diduga homoseksual dan pasangan Sujtipto saat itu adalah Overbeck termasuk saat itu Walter Spies, Balinonologis Roelof Goris.

0 comments :

More on this category »