Menu

More on this category »

Thursday 14 July 2016

Terapi HIV Menjadi Pencegahan HIV Bahkan Ketika Tidak Menggunakan Kondom



Pride Indonesia - Dalam sebuah studi terbesar saat ini dengan mengguanakan 40.000 responden penelitian, peneliti Eropa menyimpulkan bahwa memungkinan orang yang hidup dengan HIV positif dan melakukan ART (Antiretoviral Teraphy) berhasil me'minimal'kan dampak paparan HIV kepada pasangan seksualnya - bahkan jika mereka secara teratur melakukan seks penetratif tanpa menggunakan kondom.

Melihat 888 pasangan dengan menggunakan sero-survey pada pasangan diskordan (di mana satu adalah HIV positif dan pasanganya HIV negatif), tidak ada satupun pasangan dari HIV positif yang terinfeksi HIV dari pasangan mereka selama penelitian. Penelitian sebelumnya telah memperkirakan bahwa penurunan risiko penularan sekitar 93%.

Studi yang dilakukan oleh PARTNER, merupakan riset kerjasama antara para peneliti di University of Liverpool, University College London, Royal Free NHS dan Rumah Sakit Rigshospitalet di Denmark. Hasilnya diterbitkan kemarin (12/7) dalam Journal of American Medical Association (JAMA).

Peneliti memonitor 888 pasangan dari 14 negara Eropa yang berbeda selama beberapa tahun (semua subjek direkrut antara 2010-2014, rata-rata studi dilakukan selama 1,3 tahun). Dari jumlah tersebut, 548 adalah heteroseksual dan 340 laki-laki gay.

Semua responden HIV positif dalam penelitian itu melakukan pengobatan antiretroviral secara rutin; mereka telah mendapatkan intervensi terhadap pengobatan HIV selama lebih dari enam bulan ketika memulai penelitian.

Secara total, dari 40.000 responden tersebut terungkap bahwa insiden penularan yang diakibatkan oleh hubungan seksual tanpa kondom oleh pasangan tersebut dinyatakan tidak ditemukan adanya penularan HIV.

Survei lain telah menemukan hasil yang sama, tetapi mereka cenderung melihat hanya pada pasangan heteroseksual dan dalam skala responden yang sangat kecil.

Sebelas orang terinfeksi HIV selama dalam proses penelitian tersebut - tetapi bukan dari hubungan seksual dengan pasangannya tersebut.

Para peneliti memang mencatat bahwa ada 11 orang dari pasangan responden tersebut menjadi HIV positif selama studi yang dilakukan oleh PARTNER tersebut. Namun, saat mempelajari DNA dari virus, mereka menyimpulkan bahwa orang-orang ini tidak menjadi positif dari pasangan mereka tersebut, tetapi dari sumber lain (misalnya dari kemungkinan memiliki pasangan seksual tanpa kondom dengan orang lain).

Peneliti dari Liverpool University, Profesor Anna Maria Geretti, mengatakan : "Virus HIV dapat dibagi menjadi beberapa sub-kelompok, masing-masing memiliki karakteristik genetik tersendiri, dan ini memungkinkan kami melihat apakah virus secara genetik mirip dengan pasangan mereka atau tidak. Dalam semua kasus, hasil penelitian menunjukkan bahwa virus itu berasal dari orang lain selain pasangan yang menjadi responden yang melakukan terapi pengobatan."

Mereka memberikan catatan bahwa pasangan yang bersedia untuk mengambil bagian dalam studi ini tidak mewakili mereka yang HIV positif pada umumnya yang biasa digunakan dalam penelitian, dan bahwa mereka yang HIV positif dan mengikuti studi ini belajar untuk lebih termotivasi secara ketat mematuhi terapi pengobatan HIV mereka.

Mereka mengatakan bahwa semua memiliki tingkat viral load (Jumlah copy virus) hampir tidak terdeteksi (Plasma viral load HIV kurang dari 200 kopi /mL).

Profesor Jens Lundgren dari Rigshospitalet, penulis senior dalam riset dan kepala CHIP (Pusat Kesehatan dan Penyakit Menular), mengatakan dalam sebuah pernyataan: "Hasil penelitian jelas menunjukkan bahwa diagnosis dini HIV dan akses ke pengobatan yang efektif sangat penting untuk mengurangi jumlah kasus HIV baru".

"Begitu pasien dinyatakan dengan HIV positif dan melakukan terapi pengobatan antiretoviral maka terapi tersebut mampu menekan viral load, dan risiko penularan menjadi sangat minimal."

"Ini adalah salah satu riset yang terbesar dalam perkembangan pengetahuan kita tentang HIV"

Namun, Ludgren tetap menggambarkan faktor risiko dengan ungkapan 'minimal', JAMA menyimpulkan bahwa, "Risiko tidak nol dan jumlah sebenarnya tidak diketahui, terutama bagi kelompok berisiko tinggi seperti LSL [lelaki yang berhubungan seks dengan laki-laki]."

Pasangan gay dalam penelitian ini akan terus dipantau selama tiga tahun untuk memperoleh data lebih lanjut - terutama dalam kaitannya dengan anal seks. 20% dari pasangan heteroseksual dalam penelitian ini, juga dilaporkan melakukan seks anal.

Berita tersebut disambut dengan mendapatkan tanggapan yang berbeda-beda oleh mereka yang memiliki hubungan dalam isu ini. Namun bagi mereka yang bekerja di bidang kesehatan seksual menyambut sangat baik hasil penelitan ini.

Simon Collins, menulis untuk i-Base perwakilan masyarakat yang menjadi dewan penasehat dari studi PARTNER ini, mengatakan bahwa meskipun tetap masih ada anggapan bahwa 'tidak ada risiko' yang didapatkan dan tidak bisa menjadikanya 'tidak ada resiko sama sekali', temuan dalam penelitian ini memberikan, "Perkiraan paling jelas tentang faktor risiko yang sebenarnya dari pertanyaan penularan HIV ketika orang dengan HIV positif memiliki viral load yang tidak terdeteksi kepada pasanganya yang negatif dan bahwa faktor risiko penularannya secara efektif menjadi nol ".

Dr Michael Brady, Direktur Medis di Terrence Higgins Trust, mengatakan, "Kami sekarang dapat mengatakan dengan keyakinan bahwa jika Anda minum obat HIV seperti yang ditentukan, dan memiliki viral load tidak terdeteksi selama lebih dari enam bulan, Anda tidak bisa memaparkan HIV kepada pasangan Anda, dengan atau tanpa kondom. Risiko secara efektif menjadi nol."

"Ini adalah salah satu penelitian yang terbesar dalam perkembangan pengetahuan kita tentang HIV sejak ART pertama kali diperkenalkan sekitar 20 tahun yang lalu. Ini memiliki potensi untuk menghilangkan stigma, diskriminasi dan mitos yang begitu banyak untuk orang yang hidup dengan HIV setiap hari; terutama di sekitar isu tentang risiko penularan HIV. "

Anthony Hayes, Wakil Presiden, dari Divisi Humas dan Kebijakan, GMHC New York , mengungkapkan pernyataan yang dikutip dari GSN bahwa survei tersebut memperkuat pentingnya orang mengetahui status mereka sedini mungkin sehingga mereka bisa menerima pengobatan yang tepat sedini mungkin juga.

"GMHC mejadi memiliki waktu yang cukup untuk memberikan alasan dukungan kepada orang untuk menggunakan ARV sesegera mungkin setelah mereka didiagnosis dengan HIV positif. Karena hal ini menyebabkan mereka mampu menekan viraload-nya akan membuat mereka hampir tidak mungkin menularkan virus. Tidak hanya peningkatan kesehatan yang optimal dengan bantuan ARV,  tetapi mereka juga sekaligus bertindak dalam proses pencegahan HIV. "

0 comments :

More on this category »